untuk mencegah kekeringan daging unggas harus
Ayammerupakan unggas penghasil daging yang sangat populer PENGERTIAN Soup adalah bahan makanan yang terbuat dari sayuran, ikan, daging dan unggas, yang berkuah cair atau kental yang diberi rasa atau bumbu
Mencegahpenularan bakteri dari daging unggas ke manusia harus dilakukan dengan memperhatikan tiga proses utama, yaitu penyimpanan, persiapan, dan memasak. Jika jarak rumah dan tempat belanja Anda jauh, maka Anda bisa meminta es batu untuk menjaga daging ayam tetap segar. Daging ayam yang tidak langsung dimasak harus selalu berada di kulkas
Simpandaging ayam mentah di rak paling bawah, untuk mencegah airnya menetes dan mengontaminasi makanan lain yang ada di dalam kulkas atau freezer. Persiapan. Proses persiapan juga cukup sensitif dan menjadi salah satu tahap dimana sering terjadi kontaminasi silang dari daging unggas. Berikut cara aman persiapan daging ayam: Cuci tangan sebelum dan sesudah mengolah ayam. Gunakan talenan atau papan potong khusus daging mentah
DagingUnggas untuk Ketebalan Rambut Ketika tubuh tidak mendapatkan cukup protein, pertumbuhan rambut jadi terhenti. Ketika berhenti, rambut yang lebih tua akan rontok sehingga rambut bisa mengalami kerontokan yang serius. Untuk mendapatkan protein dari daging, pilihlah daging tanpa lemak seperti dada ayam.
Namun selalu disarankan bahwa setiap daging atau unggas harus menjalani proses memasak menyeluruh (minimal 30 menit) untuk membunuh sebagian besar kuman dan virus penyebab penyakit. Metodologi yang sama ditemukan efektif dalam membunuh virus SARS, yang mirip dengan COVID-19.
Frau Sucht Mann Für Feste Beziehung. Jakarta ANTARA - Juru Bicara Pemerintah, Reisa Broto Asmoro mengimbau masyarakat bahwa kebersihan dalam mengelola daging unggas untuk dikonsumsi merupakan kunci utama untuk mencegah stunting pada anak dan flu burung. “Perlu diingat kebutuhan asupan protein hewani memang penting untuk mencegah stunting, dari mulai hamil sampai Hari Pertama Kehidupan HPK. Tapi, protein juga tetap dibutuhkan oleh orang dewasa,” kata Reisa dalam Siaran Sehat yang diikuti di Jakarta, Senin. Reisa yang juga sebagai Duta Adaptasi Kebiasaan Baru itu menuturkan bahwa protein hewani bisa didapat dengan harga yang terjangkau, yakni dengan mengkonsumsi pangan lokal, misalnya telur, ikan dan daging unggas seperti ayam dan bebek. Baca juga Reisa Stunting merupakan kondisi pada anak yang bisa dicegah Sayangnya, dengan ditemukannya kasus flu burung di Indonesia akibat ada infeksi dari virus H5N1, tata konsumsi daging unggas harus lebih diperhatikan terutama sejak daging tersebut dibeli di pasar atau supermarket. Ketika memilih daging, Reisa menyarankan setiap anggota keluarga untuk memilih daging yang sehat dan fresh masih baru dan bersih. Disarankan untuk tidak membeli daging yang berwarna terlalu pucat dan mempunyai aroma menyengat yang berlebihan. Masyarakat dapat mengganti pilihannya, jika kulit pada daging terasa terlalu lembut atau lembek yang disertai dengan lendir. Sebaliknya, jika daging yang dibeli berbentuk makanan kemasan, Reisa mengimbau agar semua pihak memastikan dengan cermat bila tanggal kedarluwasa konsumsi produk tersebut masih lama. Kemudian, setibanya di rumah, pastikan bahwa daging disimpan dalam lemari pendingin freezer jika tidak akan dikonsumsi saat itu juga. “Semisal mau disimpan di lemari pendingin tidak perlu dibersihkan dulu. Kalau mau dimasak baru dicuci. Kemudian pastikan penyimpanannya betul, kalau di freezer bisa bertahan lebih lama, tapi kalau di kulkas biasa mungkin hanya dua sampai tiga hari saja,” katanya. Reisa mengatakan jika daging ingin dikonsumsi, masyarakat bisa mencucinya terlebih dahulu agar terhindar dari bakteri yang ada pada daging seperti bakteri salmonella. Untuk memasaknya pun, harus dipastikan jika daging dimasak setidaknya dalam suhu 70 derajat Celcius. Ia meminta setiap pihak dapat memastikan bahwa daging yang dimasak tidak menyisakan bagian berwarna merah muda, sehingga lebih aman dikonsumsi dan lebih sehat. Baca juga Reisa Kesehatan ibu tanggung jawab bersama anggota keluarga Baca juga Kemenkes Risiko infeksi Flu Burung ke manusia masih rendah “Pastikan juga ketika mau memasak itu benar-benar harus matang terutama untuk unggas. Selain kita harus pastikan untuk flu burung, kita juga harus pastikan dia bebas dari bakteri berbahaya lainnya,” ujarnya. Ia menambahkan untuk peralatannya, masyarakat juga harus memastikan, baik pisau maupun talenan yang digunakan untuk mengolah daging unggas yang masih mentah, dipisahkan penggunaannya dengan peralatan yang dipakai untuk mengolah makanan yang dikonsumsi langsung seperti buah dan sayur. “Jangan lupa pastikan jaga kebersihan habis membersihkan daging, kita cuci tangan lagi pakai sabun. Kemudian, ketika mau handling perawatan makan harus cuci pakai sabun juga. Bedakan pengolahan daging mentah dengan sayur dan buah supaya tidak ada terkontaminasi dari bakteri atau virus yang ada di unggas,” Hreeloita Dharma ShantiEditor Endang Sukarelawati COPYRIGHT © ANTARA 2023
Sebagai produk yang mudah rusak, produk asal unggas seperti daging dan telur memerlukan penanganan khusus agar aman untuk dikonsumsi Produk pangan asal hewan, salah satunya produk unggas merupakan produk yang mudah rusak. Pada daging, kerusakan tersebut disebabkan oleh adanya enzim yang mendukung proses autolisis serta daging merupakan media terbaik dari mikroorganisme tertentu untuk berkembang. Produk asal hewan juga memiliki potensi untuk membahayakan manusia jika dihasilkan dari hewan yang sakit atau disebut dengan foodborne zoonosis. Cemaran lain yang turut mengancam keamanan pangan produk unggas yaitu cemaran kimiawi. Cemaran ini dapat disebabkan oleh pengaplikasiannya pada saat budidaya atau setelah produk asal unggas tersebut diproses lebih lanjut. Standarisasi mengenai cemaran mikroba yang terdapat daging ayam dan telur tertuang pada SNI No. 3924-2009 mengenai mutu karkas dan daging ayam dan SNI 3926-2008 mengenai telur ayam konsumsi. Pada kedua SNI menjabarkan beberapa poin, seperti beberapa tingkatan mutu fisik, syarat mutu mikrobiologis, pengujian, pelabelan, dan penyimpanan. Persyaratan mutu mikrobiologis pada ayam dan telur terdapat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Syarat mutu mikrobiologi daging ayam No Jenis Satuan Persyaratan 1 Total Plate Count cfu/g Maksimum 1×106 2 Coliform cfu/g Maksimum 1×102 3 Staphylococus aureus cfu/g Maksimum 1×102 4 Salmonella sp. per 25 g Negatif 5 Escherichia coli cfu/g Maksimum 1×101 6 Campylobacter sp. per 25 g Negatif Sumber SNI No. 3924-2009 Tabel 2. Persyaratan mutu mikrobiologis telur No Jenis cemaran mikroba Satuan Mutu mikrobiologis batas maksimum cemaran mikroba/BMCM 1 Total Plate Count cfu/g 1×105 2 Coliform cfu/g 1×102 3 Escherichia coli MPN/g 5×101 4 Salmonella sp. per 25 g Negatif Sumber SNI 3926-2008 Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti, MSc selaku Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University mengatakan bahwa bakteri dapat ditemukan dimana-mana, baik produk pertanian maupun peternakan, namun yang tidak diinginkan yaitu keberadaan mikroorganisme pathogen yang dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia. ”Mikroba patogen yang paling dikhawatirkan dan sering diasosiasikan dengan unggas yaitu Salmonella dan lainnya yaitu Campylobacter, walaupun bisa bolak balik mana yang lebih tinggi, tetapi dua mikroba tersebut yang paling banyak diasosiasikan dengan unggas,” ucapnya saat diwawancarai oleh Poultry Indonesia 29/4. Berdasarkan data The World Health Organization WHO menyatakan bahwa diprediksi 600 juta atau hampir 1 dari 10 orang diseluruh dunia sakit akibat pangan yang tercemar dan orang meninggal setiap tahunnya. Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella dan Campylobacter pada manusia umumnya menyerang sistem pencernaan dengan gejala klinis diare, demam, mual, muntah, dan sakit perut. Pada kasus yang parah, infeksi akibat Campylobacter dapat menyebabkan Guillain-Barré syndrome. Cemaran bakteri ini sangat mungkin terjadi pada produk asal perunggasan baik daging maupun telur apalagi jika lingkungan maupun manajemen pemeliharaan masih kurang untuk menerapkan higiene dan sanitasi. Pada telur misalnya, cemaran Salmonella dapat terjadi ketika kondisi budidaya ayam yang tidak mengedepankan biosekuriti, higiene, dan sanitasi, sehingga ayam yang menghasilkan telur akan terinfeksi oleh Salmonella. Celakanya, pada ayam petelur yang terinfeksi Salmonella akan menurunkan bakteri tersebut kedalaam telur secara intrauterin. ”Ketika kita memelihara ayam, memang resikonya cukup besar. Mereka mungkin sekali terpapar dengan patogen. Jadi harus dilihat kondisi lingkungannya seperti apa. Kalau ditata betul serta ada biosekuritinya tinggi, mungkin bertemu dengan bakterinya akan sedikit. Kalau tidak bersih dan lingkungannya misalnya, masih ada orang yang membuang kotoran sembarangan, maka Salmonella ini akan masih terdapat di lingkungan. Itu mungkin juga akan terbawa sejak masa pemeliharaan,” tuturnya. Residu antibiotik pada produk unggas Residu antibiotik pada unggas, yang menjadi salah satu cemaran kimiawi pada produk hewan erat kaitannya dengan isu mengenai resistensi antimikroba yang menjadi perhatian dunia. Pengamatan resistensi antibiotik pada sektor perunggasan perlu dilakukan karena perunggasan menjadi komoditi utama di sektor peternakan serta penggunaan antibiotiknya terbilang cukup tinggi. Batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan juga telah diatur pada SNI No. 01-6366-2000. Diwawancarai oleh Poultry Indonesia 23/4, drh. Sunandar selaku Direktur Center of Indonesian Veterinary Analitical Studies CIVAS mengatakan bahwa residu antibiotik pada produk perunggasan ini disebabkan oleh adanya pemakaian antibiotik yang berlebihan. ”Jika kita mengonsumsi bahan pangan yang mengandung residu, berarti ada antibiotik yang masuk kedalam tubuh tetapi tidak sesuai dengan dosis pengobatan, sehingga mendukung terjadinya resistensi antibiotik pada bakteri,” tuturnya. Resistensi bakteri ini diprediksi menjadi pembunuh utama manusia pada tahun 2050. Hal ini disebabkan oleh beberapa bakteri yang sudah mulai resisten terhadap beberapa jenis antibiotik multiple drug resistance, sehingga tindakan pengobatan pada infeksi bakteri akan semakin sulit. Jika mungkin diobati, akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Pemberian dosis tersebut secara langsung akan berdampak negatif pada tubuh manusia. Menurut drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, selaku Direktur Kesehatan Hewan Dirkeswan pada presentasinya dalam ’Seminar Nasional Peternakan Indonesia Pasca Dua Tahun Pelarangan AGP’ di Menara 165, Jakarta 27/2 memaparkan bahwa dalam upaya menangkal terjadinya resistensi, pemakaian antibiotik harus dibawah pengawasan dokter hewan. ”Pemilihan jenis obat dan dosisnya dilakukan oleh dokter hewan berdasarkan hasil diagnosa dokter hewan. Tanpa menggunakan hasil diagnosa, maka pengobatan pun akan menjadi kacau. Justru kita sekarang harus memberikan diagnosa yang lengkap sampai ke Minimum Inhibitory Concentration MIC kemudian diinformasikan dalam bentuk resep. Pemberian antibiotik ini juga harus dilakukan pengawasan oleh dokter hewan. Pengawasan ini akan berpengaruh pada implementasi pengobatan,” paparnya. Pengawasan dan pengetahuan dalam pemberian antibiotik ini perlu dimiliki oleh dokter hewan yang sudah memiliki wewenang serta kompetensi karena antibiotik harus diberikan hanya pada saat diagnosa menunjukan adanya infeksi bakterial. Antibiotik juga memiliki withdrawal time, yaitu masa henti obat, sehingga jika ada kelengahan dalam memanen hasil produk unggas saat belum mencapai waktu henti obat, maka antibiotik tersebut akan ada dalam produk unggas. Sunandar mengatakan bahwa saat ini berdasarkan literatur mengenai studi residu antibiotik pada bahan pangan asal unggas menunjukan adanya penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh diperketatnya pembelian antibiotik yang harus memakai resep dokter dan pelarangan penggunaan antibiotik sebagai growth promoter. ”Dilapangan sudah menurun terlebih lagi sudah ditetapkannya peraturan pelarangan antibiotik sebagai growth promoter atau pemacu pertumbuhan, walaupun saat ini masih saja ada yang menggunakan antibiotik sebagai tindakan preventif,” ucapnya. Perbaikan keamanan pangan dalam kandang Menyadari bahwa pangan asal hewan merupakan pangan yang mudah tercemar, maka diperlukan beberapa upaya untuk mencegah pencemaran tersebut. Ratih mengatakan bahwa terdapat beberapa titik yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya cemaran pada pangan asal hewan. ”Jadi ada paling tidak tiga titik yang dimana pengelolaan tersebut bisa dilakukan dengan cost dan resiko yang berbeda beda. Pertama di peternakan yang mungkin akan sangat mahal, kedua di rumah potong hewan unggas, kemudian yang terakhir ada di tangan konsumen,” tuturnya. Ratih menambahkan bahwa pada sebuah studi literatur mengenai peternakan ayam di Denmark yang telah menerapkan Good Farming Practice GFP dengan baik pada peternakannya, sehingga resiko untuk tercemar bakteri, dalam hal ini Salmonella juga akan lebih kecil, akan tetapi memang butuh biaya yang tidak sedikit. Penerapan manajemen pemeliharaan yang baik yaitu dengan menjaga higiene dan sanitasi personel, peralatan kandang, dan memperhatikan kualitas air otomatis akan dapat menekan pemakaian antibiotik untuk mengobati penyakit bakterial. Perihal pembenahan manajemen pemeliharaan, Ki Musbar Mesdi menyatakan bahwa perlahan tapi pasti saat ini para peternak mulai sadar akan pentingnya keamanan pangan dengan meningkatkan biosekuriti di dalam kandang. ”Peternak sudah mulai meningkatkan biosekuriti yang baik seperti pembatasan lalu lintas, pemakaian disinfektan, dan sebagainya. Kalo di peternakan layer sudah mengikuti prinsip asuh dengan memiliki NKV yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kalau peternak-peternak besar kita semuanya sudah ada NKV. Sertifikat NKV juga sudah ada baik di koperasi maupun gudang telur,” ucapnya. Perbaikan manajemen pemeliharaan juga didukung oleh berbagai pihak, salah satunya dengan sosialiasi penerapan biosekuriti tiga zona yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Ditjen PKH, Kementerian Pertanian yang bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization FAO. Dilansir dari laman Ditjen PKH, tujuan dari penerapan biosekuriti ini yaitu utuk mengendalikan penggunaan antimikroba dan mengurangi risiko terjadinya penyakit. Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap pemakaian antibiotik yang saat ini pada pakan hanya boleh digunakan sebagai medicated feed atau pakan terapi dan tidak boleh lagi digunakan untuk growth promoter. “Pemerintah juga melakukan pengawasan berkala pada pakan terapi. Jika pengujian zat aktif ditemukan kurang dari 80% maka dinyatakan atau dikategorikan sebagai imbuhan pakan, sehingga harus dimusnahkan,” jelas Fadjar. Pemerintah juga melakukan upaya sosialisasi mengenai resistensi antibiotik pada universitas-universitas di Indonesia, pameran, seminar nasional, maupun lomba. Usaha untuk menekan pemakaian antibiotik agar tidak tejadinya residu pada budidaya turut dilakukan oleh CIVAS. Berkaca pada hasil studi mengenai resitensi antibiotik di Solo tahun 2015, CIVAS mencoba untuk membuat kader sebagai perpanjangan tangan antara peternak dan dinas yang membidangi kesehatan hewan. Center of Indonesian Veterinary Analitical Studies juga memberikan pelatihan bagi petugas pelayanan kesehatan hewan untuk mengasah dan memperoleh pengetahuan lebih mengenai penanganan penyakit pada hewan. Kerjasama lainnya untuk menekan resistensi antibiotik juga ditempuh oleh Subdirektorat Pengawas Obat Hewan POH-Direktorat Kesehatan Hewan-Kementerian Pertanian bekerjasama dengan FAO ECTAD Indonesia, CIVAS dan instansi lainnya dalam menyusun pedoman umum penggunaan antibiotik di sektor kesehatan hewanyang dimulai sejak awal tahun 2020. Sunandar berharap pedoman tersebut dapat dijadikan pedoman umum dalam penggunaan antibiotik secara bijak dan bertanggungjawab di sektor kesehatan hewan. ”Kesadaran terhadap penggunaan antibiotik memang butuh proses dan waktu yang panjang. Harapannya kedepan peternak dapat memahami atau bisa mula menerapkan penggunaan antibiotik yang bijak dan bertanggung jawab karena akan berdampak pada manusia maupun lingkungannya,” tukasnya. Pemotongan hewan dan rantai dingin Pada barier kedua yaitu pada proses pemotongan unggas, berdasarkan keterangan drh. Cecep Moch. Wahyudin, SH, MH selaku Ketua Bidang Hukum dan Humas Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia ARPHUIN untuk menjamin keamanan pangan yang dihasilkan di RPHU, seluruh anggota yang tergabung di ARPHUIN, yaitu sebanyak 64 RPHU yang terdaftar sudah memiliki sertifikat nomor kontrol veteriner NKV dan sertifikat halal, sehingga dapat dijamin keamanannya. ”Sertifikasi RPHU yang utama adalah sertifikasi halal dan NKV, karena kan kalo kita punya NKV dan sertifikat halal, semuanya melalui proses audit, jadi tidak sembarangan,” ucapnya ketika diwawancarai Poultry Indonesia 22/4 Berdasarkan data dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditkesmavet, RPHU yang bersertifikasi lengkap baru mencapai 130 dari total 260 RPHU di Indonesia, sementara sebagian besar pemotongan didominasi oleh Tempat Potong Unggas TPU yang belum tersertifikasi dan jumlahnya sangat besar dari analisis supply-demand dibandingkan RPHU bersertifikasi yang hanya mencakup 12% dari keseluruhan pemotongan unggas broiler. Cecep berharap kedepannya akan tumbuh jumlah RPHU yang bersertfikat lengkap, memusatkan pemotongan di RPHU, dan penerapan sistem cold chain agar keamanan pangan produk unggas dapat terjaga. ”Kedepanya saya harap semua produksi broiler kedepannya dipotong melalui rumah potong hewan unggas untuk menjaga keamanan pangan produk unggas yang diterima oleh masyarakat. Harapannya juga tumbuhnya RPHU serta kesadaran masyarakat untuk membeli karkas yang berasal dari RPHU serta menerapkan cold chain,” harapnya. Berdasarkan keterangan Hassanudin Yasni selaku Ketua Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia ARPI yang diwawancarai Poultry Indonesia 28/4, penerapan cold chain pada produk asal hewan penting dilakukan agar mempunyai daya tahan yang baik serta untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang memiliki temperatur kritis pada suhu 5-60˚C. Anggota ARPI juga menyediakan ruang penyimpanan bekunya untuk menambah kapasitas alat pembekuan RPHU di Indonesia yang masih sangat terbatas. “RPHU yang memiliki alat pembekuan Air Blast Freezer beserta penyimpanan beku cold storage masih sangat terbatas. Kapasitas tepasang yang ada hanya mendukung 35% atau sekitar 80 ribut ton saja dari total jumlah produksi nasional. Anggota ARPI yang bergerak di industri Third Party Logistic rental cold storage dapat menyediakan ruang penyimpanan bekunya,” jelasnya. Menurut hasil uji Laboratorium FAO, daging ayam yang dibiarkan pada suhu ruang lebih dari 4 jam, mikroba patogennya akan berlipat ganda. Sebelum 4 jam, jumlah total mikroba masih tergolong aman, yaitu dibawah koloni/gram. Jika dibiarkan dalam suhu ruang selama 8 jam, total mikroba yang diuji menggunakan metode total plate count mencapai lebih dari 1,6 juta koloni/gram. ”Unggas, khsusnya ayam hanya dapat bertahan selama empat jam pada suhu ruang. Jadi sebelum batas waktu mikroba tumbuh, yaitu empat jam, ayam harus segera didinginkan. Hal tersebut bertujuan agar ayam dapat disimpan lebih lama atau sekitar lebih dari dua minggu. Ayam yang sudah berbentuk karkas harus dibekukan pada suhu -40˚C selama 6-8 jam, dan dilanjutkan dengan penyumpanan dingin pada suhu -18 ˚C. Rantai dingin ini harus tetap terjaga dari awal pembekuan, pendistribusian, di oultet supermarket, sampai ke rumah tangga,” jelasnya. Meningkatkan kesadaran masyarakat Masyarakat Indonesia sebagai end user atau benteng terakhir terhadap bahan pangan asal unggas perlu dibekali pemahaman mengenai penanganan produk asal unggas agar tidak membahayakan kesehatannya. Dalam hal penerapan penerapan rantai dingin, kendala yang masih dihadapi dalam hal menjaga keamanan pangan produk unggas yaitu kecenderungan masyarakat Indonesia untuk memilih hot carcass. Beberapa orang juga masih skeptis mengenai daging beku. Kecenderungan masyarakat tersebut yang menjadikan pengaplikasian rantai dingin di pasar masih sangat minim. Hassanudin mengatakan bahwa kendala yang dihadapi dari keamanan pangan yaitu manajemen rantai pasok pasar yang kurang higienis dan masih jauh tersentuh untuk menjaga temperatur dingin produk dengan baik sesuai standar keamanan konsumsinya. Membagikan pengalamannya pada Webinar bertajuk ’Daging Aman dan Sehat’ 2/5, Dr. med. vet. drh. Denny Widaya Lukman, MSi selaku Dosen Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB University mengatakan bahwa ia pernah menerima pernyataan di laman sosial medianya bahwa orang tersebut tidak percaya pada daging beku karena daging beku merupakan daging yang tidak jelas asalnya darimana. ”Ini yang harus kita patahkan. Padahal yang paling baik adalah daging dijajakan pada saat kondisi dingin atau beku, apalagi kalau misalnya daging beku yang kita beli sudah dikemas dengan plastik dan pada pastik tersebut sudah tercantum nomor kontrol veteriner, maka kita yakin betul bahwa daging tersebut dipotong di rumah potong hewan dibawah pengawasan dokter hewan atau paramedik,” terangnya. Drh. Imron Suandy, MVPH mengatakan bahwa langkah sosialisasi dan kajian mengenai preferensi masyarakat akan daging ayam dan usaha untuk merubah persepsi masyarakat mengenai daging ayam segar dingin sebenarnya telah dilakukan oleh kementerian pertanian melalui Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner yang bekerjasama dengan Wageningen University and Research Belanda dan IPB University pada tahun 2016. Sosialisasi ini cukup berhasil untuk merubah preferensi masyarakat yang awalnya lebih memilih hot karkas menjadi ayam segar dingin. Denny menghimbau agar masyarakat menjadi konsumen yang cerdas serta lebih menuntut kepada pedagang. ”Supaya kita mendorong pedagang daging untuk mengambil daging dari rumah potong hewan yang diawasi oleh pemerintah. Kalau bisa, pembeli juga harus menuntut kepada pedagang karena pedagang akan lebih sungkan dan memikirkan permintaan konsumen. Saya yakin para pedagang daging akan memperbaiki cara berjualannya,” ucapnya. Pada penanganan daging agar tidak terjadi perkembangan bakteri yang pesat, Denny menyarankan agar konsumen membeli daging di akhir perbelanjaan serta langsung memasak daging tersebut sampai benar-benar matang atau memasukannya kedalam freezer setelah dibagi-bagi terlebih dahulu sesuai kebutuhan sesegera mungkin. Penyimpanan daging pada kulkas maksimum tujuh hari sementara pada freezer rumah tangga dapat bertahan sampai dengan enam bulan. ”Kuliner Indonesia tidak pernah memasak tidak matang. Jadi kalo dimasak matang akan aman,” tuturnya. Dalam menjaga keamanan pangan pada produk unggas dari cemaran di Indonesia memang masih terlihat perlu adanya perbaikan baik dari sisi produksi sampai ke tangan konsumen. Diperlukan kesadaran bersama dan keterbukaan akan informasi yang benar dalam langkah perbaikan agar dapat menghasilkan dan mendapatkan produk unggas yang aman bagi kesehatan manusia. Esti Sumber Majalah Poultry Indonesia Edisi Juni 2020
- Penyebaran bakteri melalui kontaminasi silang menjadi salah satu hal yang harus diwaspadai ketika mengolah makanan. Kuman bisa berpindah lokasi dan menjadi sumber penyakit karena kebiasaan kita ketika silang adalah salah satu hal yang paling dikhawatirkan ketika mencuci daging sebelum dimasak. Istilah ini dipakai untuk merujuk perpindahan bakteri secara sporadis ini bahan pangan lain, peralatan memasak dan permukaan di dapur. Penelitian lembaga Food Safety and Inspection Service Amerika Serikat USDA membuktikan, bakteri dapat menyebar dengan mudah ketika permukaan tidak dibersihkan dan disanitasi secara efektif. Baca juga Kontaminasi Silang Sering Terjadi Pada Makanan, Begini Baiknya Hal ini dapat memicu masalah kesehatan termasuk penyakit bawaan makanan termasuk keracunan. Penyebabnya ialah bahan pangan yang terkontaminasi mikroorganisme hidup dan menyebabkan respon negatif dari mencegahnya, ada beberapa kebiasaan memasak yang harus mulai dilakukan. Misalnya membuang kemasan daging mentah sesegera mungkin dan mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah daging. Sementara itu, Chef Devina Hermawan, dalam salah satu cuitannya di Twitter, menyarankan untuk memakai telenan dengan warna yang berbeda untuk tiap jenis makanan. Baca juga Daging Tak Perlu Dicuci Sebelum Dimasak, Apa Alasannya? Namun, USDA merekomendasikan tiga cara paling mudah untuk menekan penyebaran bakteri pada makanan ketika memasak yaitu Masak sayur sebelum daging Tahapan memasak juga penting untuk menjaga kualitas pangan dan kebersihannya. Untuk mengurangi pontensi kontaminasi silang, pastikan untuk mengolah sayur dan buah sebelum daging mentah. Salah satu studi observasi menyebutkan, 60% partisipannya yang mencuci daging mentah memiliki bakteri di wastafelnya. Sebanyak 14% diantaranya bahkan masih terkontaminasi bakteri meskipun sudah disterilkan.
- Daging dan unggas adalah sumber protein hewani yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Selain protein, makanan ini juga merupakan sumber zat besi dan vitamin B12 yang berperan penting untuk kesehatan. Meski daging tergolong pricey, tetapi sebanding dengan rasa dan kandungan gizi yang ditawarkannya. Sayangnya, daging dan unggas termasuk dalam makanan berisiko tinggi karena sering membawa patogen berbahaya seperti bakteri atau virus. Maka dari itu, tidak sedikit masyarakat yang mencucinya terlebih dahulu sampai bersih sebelum dimasak. Ada juga yang merendamnya dalam air garam, cuka, atau perasan lemon. Nah, sebenarnya aman tidak ya mencuci daging dan unggas sebelum dimasak? Daripada bingung, langsung cari tahu jawabannya di sini, yuk! Perlukah mencuci daging dan unggas sebelum dimasak? Mencuci daging artinya merendam daging dalam suatu larutan atau membilasnya di bawah air mengalir sebelum dibumbui, dimasak, atau dibekukan. Umumnya, kegiatan mencuci daging sering terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Banyak pasar tradisional dan ternak ayam potong menjual daging yang baru disembelih, bahkan membiarkan Anda memilih sendiri hewan mana yang ingin disembelih. Jadi, sebagian besar masyarakat sudah menganggap aktivitas mencuci daging atau unggas sebelum dimasak adalah hal yang biasa, untuk menghilangkan darah dan kontaminan fisik lainnya yang mungkin masuk selama proses penyembelihan. Sayangnya, pemikiran seperti ini kuranglah tepat. Seperti yang disampaikan oleh U. S. Department of Agriculture USDA bahwa tidak dianjurkan untuk mencuci daging atau unggas sebelum dimasak. Centers for Disease Control and Prevention CDC juga memperingatkan bahwa mencuci daging dengan air mengalir tidak akan menghilangkan patogen bawaan makanan. Ini alasannya! Memang, mencuci daging bisa menjadi cara yang berguna untuk menghilangkan bakteri seperti halnya Anda mencuci tangan sebelum makan. Bahkan, buah-buahan dan sayur-sayuran segar pun mungkin ada kotoran atau bakteri di permukaannya. Mencucinya dengan air bersih dan mengalir dapat membantu menghilangkan kotoran dan membuatnya siap untuk dimakan. Bakteri utama yang biasanya mengkontaminasi daging dan unggas adalah Campylobacter dan Salmonella. Faktanya, mencoba mencuci daging mentah dapat mengakibatkan bakteri tersebut menyebar ke seluruh permukaan peralatan masak Anda, berpindah ke tangan dan pakaian Anda, atau bersentuhan dengan makanan yang lain. Kontaminasi silang seperti ini mungkin tidak selalu terjadi. Namun, jika terjadi dapat menyebabkan bakteri masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit seperti keracunan makanan. Hal yang perlu diingat lagi bahwa sulit untuk menghilangkan beberapa jenis bakteri dari daging mentah, sekalipun Anda mencucinya berkali-kali. - Related Article - Bagaimana jika merendamnya dalam air garam? Sebagian masyarakat juga ada yang merendam daging atau unggas dalam air garam sebelum dimasak. Sebenarnya, ini adalah preferensi pribadi dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan keamanan pangan. Namun, jika Anda memang ingin melakukannya, maka penting untuk mencegah kontaminasi silang saat merendam dan mengeluarkan daging dari cairan. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan Setelah selesai, buang air rendaman dengan hati-hati dan jangan digunakan lagi. Cuci wadah tempat Anda merendam daging sampai bersih. Bersihkan wastafel, baik bagian dalam maupun seluruh permukaan peralatan yang menyentuh bekas air rendaman. Penting! Simpan daging atau unggas di lemari es saat sedang direndam. Tips menyiapkan daging dan unggas sebelum dimasak USDA merekomendasikan tiga cara mudah untuk membantu mencegah penyakit saat menyiapkan daging atau unggas sebelum dimasak, yaitu Siapkan makanan yang tidak perlu dimasak atau langsung dimakan, seperti salad, lalapan, dan sejenisnya SEBELUM menyiapkan daging mentah. Bersihkan secara menyeluruh permukaan APAPUN yang berpotensi menyentuh atau terkontaminasi dengan daging mentah, termasuk tangan dan wastafel bagian dalam. Hancurkan bakteri penyebab penyakit dengan memasak daging dan unggas pada suhu internal, setidaknya 145°F untuk daging dan 160°F untuk ayam. Anda bisa menggunakan termometer makanan untuk memastikannya. Jika Anda memang ingin menghilangkan kulit, lemak, atau darah dari daging mentah, Anda bisa melakukannya di atas talenan yang bersih menggunakan pisau atau menepuk-nepuk daging mentah dengan handuk atau tisu bersih dan buang bekas tisu ke tempat sampah setelah selesai. Ingatlah untuk segera mencuci tangan dan membersihkan peralatan apapun yang telah Anda gunakan sampai bersih. Kesimpulan Aktivitas mencuci, membilas, ataupun merendam daging dan unggas dalam air asin, cuka, atau perasan lemon tidak disarankan, karena berisiko menyebabkan kontaminasi silang. Cara yang paling aman adalah cukup memasaknya pada suhu internal untuk membunuh semua kuman atau bakteri yang mungkin mengkontaminasi. Referensi USDA. 2020. Washing Food Does it Promote Food Safety? CDC. 2020. 10 Dangerous Food Safety Mistakes
Unggas adalah hewan yang termasuk dalam kelas Aves yang telah didomestikasi dan dikembangbiakan serta cara hidupnya diatur oleh manusia agar memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang dan jasa. Sebagai sumber protein hewani asal ternak, unggas merupakan produser daging yang paling cepat dan ekonomis dibandingkan dengan hewan ternak lainnya. Daging unggas termasuk salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang paling dapat diterima oleh semua orang karena kandungan lemaknya relatif lebih rendah dibandingkan dengan daging ternak ruminansia sehingga sering digunakan sebagai bahan makanan dietetic. Selain itu, harga daging unggas relatif lebih murah sehingga dapat terjangkau oleh semua lapisan seperti peternakan ruminansia, usaha peternakan unggas memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu Industri biologis yang peka terhadap lingkungan Industri perunggasan harus memperhatikan lingkungan tempat usaha peternakan tersebut berada. Jarak antara pemukiman dengan tempat usaha peternakan unggas minimal 500 meter agar tidak menimbulkan pencemaran udara, air, bau dan kotoran. Industri padat teknologi Industri perunggasan terutama industry hulu breeding farm merupakan industri yang penuh dengan teknologi menengah keatas. Karena pada breeding farm membutuhkan rekayasa genetika, penerapan hokum Mendel, matematika dan genetika populasi agar diperoleh ayam yang unggul. Demikian juga dengan industri pascapanen seperti Rumah Pemotongan Unggas dan Industri Pengolahan Daging, membutuhkan infrastruktur yang kompleks disertai modal yang cukup banyak dan teknologi pascapanen yang memadai. Industri padat modal Industri peternakan unggas harus memiliki modal yang cukup untuk mampu pertahan terhadap fluktuasi harga pakan, harga bibit DOC, harga live bird LB dan harga produksi lainnya. Industri dengan prinsip efisiensi tinggi Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka pelaku usaha di sector perunggasan harus mampu berfikir tentang efisiensi produksi, khususnya pada saat terjadinya krisis, seperti krisis pakan, krisis bibit DOC, krisis live bird LB dan krisis yang perunggasan di Indonesia saat ini didominasi oleh perusahaan besar terintegrasi vertikal industri hulu-hilir yang memiliki unit-unit bisnis meliputi breeding farm pembibitan, hatchery penetasan, poultry medicine obat dan vaksin feedmill pabrik pakan, commercial broiler farm budidaya ayam pedaging, commercial layer farm budidaya ayam petelur, slaughterhouse rumah pemotongan ayam, meat processing pengolahan produk daging and toko retail produk unggas. Oleh karena itu, industri perunggasan memiliki nilai strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mampu membuka lapangan pekerjaan untuk tenaga kerja di Pemotongan Hewan-Unggas RPH-U sebagai bagian dari industri hilir perunggasan merupakan kunci utama dalam rantai produksi dan distribusi produk unggas, terutama daging unggas. Pemerintah Indonesia telah mengatur dan menjamin produk daging yang aman, sehat, halal dan utuh ASUH dengan cara membuat Standar Nasional Indonesia SNI untuk industri pascapanen seperti SNI-01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan-Unggas RPH-U, SNI-42302009 tentang Mutu Daging Ayam Karkas dan SNI-01-4852-1999 tentang Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis HACCP dan Pedoman Pelaksanaannya. Pada umumnya daging unggas yang aman, sehat, halal dan utuh ASUH berasal dari Rumah Pemotongan Hewan-Unggas RPH-U yang melakukan prosedur pemotongan secara benar yang menghasilkan daging unggas berkualitas tinggi, RPH-U harus memiliki standar pengecekan kontrol kualitas yang ketat, serta menggunakan peralatan yang proper untuk menunjang kualitas. Ketika melakukan proses produksi, supaya produk daging unggas yang dihasilkan berkualitas, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu pertama tahapan pemeriksaan hewan hidup sebelum dan setelah dilakukan penyembelihan ante-mortem & post-mortem, kedua tahapan penanganan sebelum dan setelah penyembelihan dan ketiga tahapan pemrosesan lebih lanjut Further Processing Sectiona. Proses Pemeriksaan Proses pemeriksaan berkaitan dengan kondisi kesehatan unggas ketika dilakukan penerimaan di RPH-U. Unggas yang sehat akan menghasilkan kualitas daging yang baik dan tidak akan menyebarkan penyakit. Setelah truck yang membawa live birds LB ditimbang menggunakan truckscale untuk mengetahui beratnya, maka dilakukan pengecekan dokumen yang dibawa oleh driver yang meliputi data timbang live birds dari kandang dan Surat Keterangan Kesehatan Hewan SKKH. Kemudian live birds diistirahatkan min 30 menit maks 6 jam sebelum dibongkar unloading. Setelah dilakukan unloading, maka dilakukan pemeriksaan ante-mortem untuk memeriksa kesehatan dan memastikan live birds tidak sakit yang dibuktikan dengan Dead on Arrival DOA sedikit <1%. Live birds yang sehat memiliki karakteristik yang terdiri dari mata ayam tidak berair, bulu memiliki warna yang cerah dan tidak rontok, hidung tidak berair dan aktif Proses PenyembelihanSetelah live birds lolos pemeriksaan ante-mortem, tahapan selanjutnya adalah proses penyembelihan. Pertama, live birds dikeluarkan dari keramba dan digantung pada shackle conveyor dengan cara dipegang dengan perlahan pada kedua bagian kaki ceker dengan posisi dada ayam membelakangi penggantung, untuk mencegah stress dan memar pada live birds. Setelah itu, live birds dipingsankan dengan cara bagian kepala masuk kedalam bak air yang telah dialiri listerik 15-50 volt, A – based on SNI-99002-2016-pemotongan-halal-unggas selama 5-20 detik. Pastikan bahwa live birds masih hidup setelah pemingsanan dan tidak membunuh atau menyebabkan cedera fisik permanen. Setelah itu, dilakukan penyembelihan live birds. Penyembelihan dilaksanakan sesuai dengan prosedur halal halal method yaitu penyembelih muslim menghadap kiblat, membaca niat ketika menyembelih Bismillahi Allahu Akbar dan penyembelihan dilakukan pada pangkal leher live birds bagian depan dengan memutuskan saluran pernafasan trakhea, saluran makan esofagus. dan dua urat leher arteri carotis & vena jugularis.Setelah proses penyembelihan, biarkan darah menetes selama 3-4 menit untuk memastikan darah keluar dengan sempurna dan memastikan live birds benar-benar telah mati sebelum masuk kedalam bak air panas scalding. Suhu air yang digunakan untuk proses scalding adalah berkisar antara 58°C ±1°C. Setelah itu, masuk ke proses selanjutnya memasuki mesin pencabut bulu plucker sehingga terbebas dari bulu. Pastikan tidak ada bulu bulu kasar/bulu halus yang masih menempel setelah melewati plucker. Setelah bersih dari bulu, kegiatan selanjutnya adalah melakukan pemotongan kaki dan kepala ayam. Pemotongan kaki ceker menggunakan mesin potong kaki feet cutter agar hasil potongan sesuai dengan struktur sendinya. Pastikan bahwa kaki dipotong cm pada sendi kakinya. Kemudian memotong kepala pada pangkal leher dengan menyisakan 1 cm leher. Setelah itu, dilakukan pengeluaran organ dalam dengan cara menyayat bagian bawah perut dekat kloaka dan mengeluarkan organ dalam seperti usus, ati, ampela, dan Pemrosesan Lebih Lanjut Further Processing SectionKarkas unggas yang sudah tidak memiliki kepala, kaki, dan organ dalam selanjutnya akan masuk ke dalam 2 bak berisi air, yaitu air dengan suhu ≤20°C dan 1-3 ppm free chlorine yang berfungsi untuk mencuci dan membunuh bakteri/mikroba dan air es chilled water dengan suhu ≤1°C yang berfungsi untuk menurunkan suhu internal karkas hingga ≤4°C dan mencegah pertumbuhan bakteri/mikroba. Karkas yang telah bersih dan dingin kemudian diklasifikasikan berdasarkan kualitasnya. Berdasarkan kualitasnya karkas diklasifikasikan sebagai karkas premium dan karkas downgrade. Karkas premium memilki karakteristik sebagai berikut Tidak ada organ internal yang tertinggal dan tidak ada bulu Tidak kontaminasi cairan empedu dan tidak kontaminasi kotoran Tidak ada bekas luka dan tidak patah tulang atau kulit sobek Bau ayam segar dan tidak berlendir Tidak ada kotoran dan benda asing karkas downgrade memilki karakteristik sebagai berikut Karkas dengan memar/hematoma/bruising berwarna kemerahan Karkas dengan noda empedu Karkas dengan bekas luka dan patah tulang atau kulit sobekKarkas dengan memar/hematoma/bruising berwarna kemerahan terutama pada sayap dan pangkal paha relatif sering terjadi. Dari aspek kesehatan konsumen dan kehalalan, karkas/daging tersebut aman dan halal dikonsumsi. Tetapi, dari aspek kualitas karkas/daging tersebut dikategorikan sebagai Downgrade. Warna kemerahan tersebut disebabkan pecahnya pembuuh darah akibat penanganan live birds sebelum disembelih, terutama saat penangkapan live birds dikandang dan penggantungan live birds pada shackle di RPH-U. Selain itu, warna kemerahan bisa disebabkan oleh adanya stress panas heat stress ketika diiperjalanan. Oleh karena itu, setelah panen memuat live birds di kandang truck live birds disiram terlebih dahulu sebelum berangkat ke RPH-U.
untuk mencegah kekeringan daging unggas harus